Milik Tuhan

Untuk Diah Novita Dewi, Temanku

Semangatku masih membara, membakar udara pagi yang masih nakal menggelitik rasa malas. Langkahku pasti, menuju suatu tempat dimana akan ku habiskan seharian waktuku bersama teman-teman. Meskipun harus ku pijaki berkilo-kilo meter semerautnya karpen aspalan yang menghitam itu. Meskipun harus ku tanggalkan nyamannya selimut hangat bak dekapan ibu. Meskipun harus ku lawan rasa rinduku yang masih mengakar kepada kedua adik laki-lakiku, kedua jagoan mamah dan papah, adik yang selalu menjadi obat dari rasa lelahku.
Yaa.. hampir setiap hari ketika sang ufuk timur masih termalu-malu dengan cantiknya bunga-bunga yang bermekaran, aku sudah berada di suatu tempat dengan keramaian suara klakson dan mesin-mesin canggih dengan bentuk serupa bernama jalanan. Tiada yang aneh dengan pagi itu, seperti biasa sebelum berangkat ke sekolah selalu aku sempatkan untuk berpamitan kepada mamah dan papah. Masih ku sempatkan melihat wajah kedua orang tuaku, kedua sosok yang menjadi penyemangat hidupku. Sepasang tulang rusuk yang telah dipersatukan Tuhan dan menjadikan aku ada di dunia ini. Menggenggam tangan mereka, mengecupnya dan mengucapkan salamkuuntuk yang terakhir kalinya.
Karena ternyata pagi itu, Tuhan mempunyai rencana indah untuk mamah. Sosok yang menjadi pengisi diantara cela-cela jemariku selama ini. Tuhan memamnggilnya, menjemputnya dan menempatkannya disuatu tempat yang jauh lebih indah bernama surga. Masih mengiang jelas wajah cantiknya yang selalu di hias air wudhu. Tatapannya begitu lembut, hingga aku tak kuasa untuk menolak segala yang ia pinta.
“Tuhaaan.. Ia mempunyai rencana indah untuk mamah :”)”
                Dengan langkah yang tergopoh-gopoh dan air mata yang mengucur deras, aku kembali kerumah.
                “Kakiku kaku Tuhaaaan.. Aku serasa ikut mati, separuh nyawaku telah pergi. Sang penyebab semangatku terus membara kini telah bersama-Mu.”
Aku selalu mengharapkan bahwa ini semua hanya mimpi ditidur panjangku. “Aku tak kuat Tuhan..!” selalu, kata-kata itu selaly berteriak dihati kecilku. “aku masih sangat membutuhkan mamah.. lalu adik-adikku? Tuhan Kau tak adil! Kau mengambilnya secepat itu?” amarahku membunuh akal sehatku. Aku hampir marah kepada Tuhan. Otakku mati seketika melihat tubuh kaku nan pucat yang telah terbungkus kain kafan itu adalah jasad mamah.
Mamah.. aku mencintaimu,
Aku tahu Tuhan mempunyai rencana indah untuk kita.
Mamah.. Aku menyayangimu
Akan aku jaga adik-adiku dan juga papah.
Aku berjanji tak akan menyia-nyiakan pengorbanan dan kasih sayang mamah,
Mamah.. Terimakasih atas kasih dan sayangmu, doaku selalu mengalir untukmu mah,

Selamat tidur panjang mah.. semoga Allah mempertemukan kita di surga Amin

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Resume Buku "Zero to Hero"