kisah nyata si pemulung receh



Kisah nyata tentang perjuangan si pemulung receh.
Sore itu sepulang sekolah, saya dengan kondisi badan yang sangat lelah sehabis berjalan kaki dari lampu merah menuju rumah. Belum sempat mengelah nafas sembari berbaring meluruskan pinggang, ibu mengajakku untuk pergi ke pesta rakyat di desa sebelah.  Awalnya saya ingin menolak ajakan beliau namun karena kecintaan saya kepadanya akhirnya sayapun mengindahkannya, sekedar menemani ibu tercinta melihat keramaian disana.
Sepanjang jalan saya hanya menahan rasa letih yang mendera sedari tadi, namun di tengah perjalanan saya melihat seorang kakek tua peminta-minta tengah menadahkan tangannya di tengah jalanan yang becek dan ramai. Terbersit sekilas bayangan dipikiranku jika kakek tua peminta-minta itu adalah bapakku, mungkin saat ini saya adalah seseorang dengan kadar rasa syukur yang minim. Saya tau meskipun kedua orang tuaku bukanlah seseorang dengan harta yang bergelimang atau tahtah yang menyilaukan mata namun saya harus tetap bersyukur dan mencintai mereka apa adanya. Bersyukur karena nasib saya jauh lebih baik dibanding kakek tua peminta-minta itu. Kedua orang tuaku masih tetap bertahan dengan usaha yang halal untuk saya.
Perjalanan saya lanjutkan, kemudian di pertigaan desa saya melihat seorang nenek rentah tengah menjajakan dagangannya di sebuah alas tikar yang terletak di pojokan bangunan tua. Dengan putung rokok dan asap abu-abunya nenek tua itu terus berjaga, berharap dagangannya akan laku terjual. Sayapun kembali tercengah dengan keadaan fisik sang nenek yang seharusnya tak perlu lagi mencari nafkah.
Saya tak ingin ibu dan bapakku akan mengalami hal sama seperti kakek dan nenek tua yang saya temui di jalan. Seberat apapun cobaan yang Tuhan berikan tak akan pernah mungkin melampaui batas kemampuan hamba-Nya. Tuhan memberikan cobaan kepada hamba-Nya sebagai bentuk peringatan dan peningkatan derajat keimanan hamba-hamba-Nya.
Sesampainya di tengah pesta rakyat, Tuhan memberikan saya gambaran tentang nikmat-Nya kembali. Saya diperlihat dengan seorang ibu paruh baya dengan garis wajah yang menggambarkan beban hidupnya. Seorang ibu dengan semangat dan keyakinannya bahwa Tuhan ada bersamanya. Ia yakin bahwa rezkinya sudah Tuhan atur, Dia tak akan membiarkan hamba-Nya mati kelaparan.
Dari perjalanan kecil yang niat awalnya adalah menemani ibu saya pergi ke pesta rakyat. Sayapun mendapatkan pelajaran yang sangat berarti untuk hidup saya. Di balik keramaian pesta dengan euforia masyarakat tentang hiburan murah meriah, terdapat sebagian hamba Tuhan yang mengais rizki berharap receh demi receh akan terkumpul semata-mata untuk kelangsungan hidup mereka.
untuk engkau duhai adik manis, semoga engkau terketuk pintu hatiya melihat hal terkecil di sekelilingmu. Karena mereka adalah bukti nyata bahwa tak ada orangtua manapun yang ingin melihat anaknya kelaparan. Mereka bekerja bukan lain untukmu adik.  Tak selamanya engkau adalah langit terkadang engkaupun seketika bisa menjadi bumi. Engkau tak selalu menjadi awan namun engkaupun bisa menjadi tanah. Roda akan selalu berputar. Bersyukur dengan apa yang Tuhan beri untuk mu karena itulah yang terbaik bagimu. Sayangilah mama papamu selagi mereka ada dan selalu mencintaimu.

Comments

Popular posts from this blog

Resume Buku "Zero to Hero"